Rabu, 04 Januari 2012

MASIH ADAKAH HATI NURANI

Topik : Hak Asasi Manusia
Tentu masih hangat diingatan kita dengan berita – berita seputar tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri dan disiksa oleh para majikannya. Bahkan ada yang sampai cacat permanen atau malah dibunuh oleh majikannya. Seperti yang masih kita ingat tentang tenaga kerja wanita kita yang digunting bibirnya bernama Sumiati, serta tenaga kerja Indonesia lain yang meninggal karena disiksa majikannya di luar negeri.Bila kita sebagai manusia yang masih memiliki hati nurani tentu kita tidak akan tega mendengar berita seperti ini. Namun pada kenyataannya kejadian seperti itu telah terjadi. Bagaimana bisa seorang manusia setega itu menyiksa bahkan membunuh pembantunya yang sehari – harinya membantu pekerjaan rumah tangganya. Apakah orang seperti itu pantas disebut sebagai manusia. Bila dilihat dari segi hak asasi manusia memang hal – hal seperti pada kasus tersebut merupakan pelanggaran hak asasi  manusia. Namun disisi lain bila dilihat dari sudut pandang yang lain hal itu tidak sepenuhnya kesalahan si majikan. Akan tetapi pertama - tama mari kita lihat dari kacamata hak asasi manusia dengan diawali dari pengertian.
Pada dasarnya hak adalah suatu kewenangan untuk dapat melakukan sesuatu tanpa ada tekanan dari luar. Sedangkan hak asasi manusia sendiri memiliki pengertian “hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugrah Tuhan yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat atau bangsa.”(Yasni,2010:244). Bukankah dari pengertian tersebut sudah jelas bahwa hak asasi manusia itu adalah suatu karunia Tuhan dan harus dijaga, selain itu hak asasi tiap manusia harus dihormati oleh semua manusia sebab hak asasi setiap orang itu sama. Akan tetapi manusia tetaplah manusia, tetap melanggarnya meskipun itu dilarang. Padahal seperti yang kita semua tau bahwa hak asasi manusia memiliki berbagai landasan hukum. Seperti UUD 1945 pasal 28A hingga pasal 28J lalu UU no.26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM serta UU no.39 tahun 1999 tentang HAM (Yasni,2010:250)
Meski banyak aturan – aturan yang membahas tentang HAM tetap saja manusia melanggarnya yang menyebabkan manusia seperti dikembalikan seperti jaman dahulu ketika belum ditemukannya adat. Sebelum berlanjut, tentu timbul pertanyaan di pikiran kita apakah yang dimaksud pelanggaran hak asasi manusia. Pelanggaran HAM atau hak asasi manusia adalah semua perbuatan baik disengaja maupun tidak disengaja yang menyebabkan seseorang berkurang atau merasa rugi atas hak – hak yang dimilikinya. Tentu setiap orang tidak ingin hak – haknya dilanggar oleh orang lain walaupun orang tersebut melakukannya. Kini bila diaplikasikan pada kasus yang telah dijelaskan diatas maka kasus tersebut termasuk dalam pelanggaran hak asasi manusia khususnya hak untuk hidup dan hak untuk tidak disiksa. Berdasarkan UUD 1945 pasal 28A menyebutkan “setiap orang berhak untuk hidup dan berhak untuk mempertahankan hidupnya” (Lubis,2009:287). Dari isi pasal tersebut bukankah sudah jelas bahwa tidak ada seorangpun yang berhak untuk menentukan akhir hidup seseorang. Bahkan hal ini dipertegas lagi pada UUD 1945 pasal 28I ayat 1 yang berbunyi “hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani hak beragama hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”(Lubis,2009:287). Hanya Tuhan yang bisa menentukan hidup dan mati seseorang. Tak terkecuali seorang majikan bahkan orang – orang yang bekerja sebagai algojo juga sebenarnya tidak berhak untuk membunuh orang walaupun orang tersebut bersalah.
Namun bila ditinjau kembali seorang algojo membunuh orang bukan karena kemauannya sendiri akan tetapi merupakan suatu tugas. Tugas tersebut juga diberikan dengan banyak pertimbangan, salah satunya adalah kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan sang pelaku sehingga membuatnya harus dihukum mati. Kembali pada topik utama kita, tentu dalam pikiran kita kini timbul pertanyaan sebenarnya kesalahan apa yang dilakukan oleh pembantu tersebut hingga si majikan tega membunuh pembantu tersebut. Memang bila dipikir – pikir, kesalahan apapun seharusnya tak layak dengan hukuman seperti itu. Padahal kesalahan yang dilakukannya mungkin sebenarnya dapat dimaafkan. Namun apabila kita melihat dari sudut pandang majikan, kesalahan tersebut tidaklah sepenuhnya salah kesalahan si majikan. Bukankah kebanyakan tenaga kerja – tenaga kerja yang dikirim keluar negeri merupakan orang – orang dengan pendidikan rendah atau lebih halusnya seadanya. Dan dengan keterampilan seadanya tersebut mereka mengadu nasib di negara lain.
Dan karena keterampilan seadanya itu mereka tentu sering melakukan kesalahan. Seperti contoh, karena keterampilan terbatas terutama pada bidang bahasa sehari - hari, ketika seorang majikan menyuruh pembantunya untuk melakukan sesuatu namun pembantu tersebut kadang salah paham dengan tugas tersebut sehingga pembantu tersebut melakukan kesalahan. Serta tidak jarang si pembantu melakukan kesalahan yang sangat membuat si majikan marah besar. Seperti halnya, ketika si pembantu diberikan tugas oleh si majikan untuk mencuci baju yang sangat mahal serta hanya ada satu – satunya karena didesain langsung dari perancang terkenal dan khusus untuk si majikan tersebut, namun sialnya si pembantu salah menangkap tugas tersebut dan mengira bahwa baju itu adalah baju biasa yang hanya dicuci dengan cara yang biasa pula yang sebenarnya memiliki cara khusus sendiri untuk mencucinya. Dan ketika baju itu selesai dicuci dan ternyata rusak, tentu si majikan marah besar. Bila kita berada di posisi si majikan apa yang kita lakukan. Tentu kita akan marah besar dan itulah yang kebanyakan terjadi pada kasus – kasus seperti itu. Dan kejadian – kejadian seperti hal itu sering terjadi dalam kehidupan para tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri.
Akan tetapi masih tidaklah adil bila kesalahan seperti contoh tersebut dibayar dengan penganiayaan yang dilakukan oleh si majikan, karena bila dilihat dari sisi konsekwensinya, kematian masih terlalu mahal harganya untuk kesalahan seperti apapun. Bukankah Tuhan itu Maha Pemaaf, seharusnya kita sebagai manusia juga harus bisa memaafkan walaupun terkadang memaafkan itu sulit. Bercermin dari masalah tersebut, maka solusi terbaik untuk masalah seperti kasus tersebut adalah dengan memberikan pelatihan khusus untuk para tenaga kerja yang hendak dikirim ke luar negeri. Bukan hanya pelatihan abal – abal yang bahkan tidak terbukti hasilnya dan hanya menghasilkan kesalahan dan penderitaan. Apabila pelatihan lebih diperketat terutama dalam hal bahasa sehari – hari maka kemungkinan untuk terjadinya salah paham antara majikan dengan pembantu bisa diperkecil sehingga menekan tingginya angka penganiayaan pada tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri.

Referensi :
-Yasni.(2010).Citizenship.Media Aksara.Bogor.
-Lubis.(2009).Kontroversi Hukuman Mati.Buku Kompas.Jakarta.

Rabu, 02 November 2011

HENTIKAN KLAIM

Topik     :               Bela Negara

Pada akhir-akhir ini banyak sekali kasus menyebar ditengah masyarakat tentang  klaim. Dan beberapa diantaranya adalah kasus yang menimpa negara kita tercinta indonesia, sebut saja lagu daerah “rasa sayange”. Lagu yang pada awalnya merupakan lagu daerah Maluku Utara. Namun saat ini lagu tersebut di klaim sebagai lagu kebangsaan Malaysia. Sebagai warga negara indonesia apakah kita terima bila salah satu aset berharga negara yaitu lagu daerah diklaim oleh negara lain apalagi negara tersebut adalah negara tetangga dan kita terima? Tentu saja kita marah, ingin rasanya membalas negara tersebut. Namun apa yang bisa kita lakukan? Apakah kita hanya memaki maki negara tersebut didepan tv setelah mendengar berita tersebut? Atau malah memaki-maki negara itu dengan menuangkannya pada blog?. Ataukah kita hanya diam saja dengan kemungkinan negara tersebut akan mengklaim aset berharga negara yang lain seperti suku-suku yang ada di indonesia  atau malah jakarta yang akan dicaplok emnjadi milik mereka. Tentu kita semua tidak ingin hal tersebut terjadi . Pada artikel ini saya ingin menguraikan sedikit tentang bela negara dan solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah seperti di atas. Namun tentu kita semua bertanya-tanya apakah itu bela negara. Serta bagaimana untuk menunjukkan bahwa kita mencintai negara kita dan ingin membuktikan rasa bela negara kita. Namun berbicara lebih jauh tentang bentuk bentuk bela negara mari diawali dengan pengertian bela negara.
Bela negara terdiri dari dua kata bela dan negara. Kata bela itu berarti suatu kegiatan untuk mempertahankan sesuatu. Sedangkan negara adalah suatu organisasi masyarakat yang mempunyai tujuan sama yang dibentuk untuk meraih cita-cita bersama. Maka dapat dikatakan bela negara ialah suatu bentuk kegiatan yang mempertahankan daerah tempat dia berada yang disebut negara. Sebagai contoh apabila ada warga negara asing dan kita tau bahwa ia hendak melakukan pengrusakan pada hasil pembangunan negara sudah seharusnya kita menghentikannya sebagai wujud bela negara. Pembelaan yang dimaksud dalam konteks ini adalah pembelaan pada saat-saat ini bukan pembelaan yang yang diwujudkan dalam bentuk kekerasan. Setiap warga negara wajib untuk melaksanakan bela negara, karena hal itu telah diatur dalam UUD khususnya pasal 27 ayat 3 yang berbunyi “setiap warga negara berhak dan wajib ikutserta dalam upaya pembelaan negara” serta pasal 30 ayat 1 dan 2 yang berbunyi “tiap – tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara dan usaha pertahanan keamanan rakyat semesta oleh TNI sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung”.(Yasni 2010,34).
Rasa bela negara harus ditanamkan dalam diri masing-masing warga negara. Bukan hanya TNI yang harus membela negara namun seluruh warga negara. Sebab negara bukan hanya milik TNI namun negara adalah milik seluruh warga negara. Sebagai contoh bila pada suatu waktu negara kita diserang apakah kita hanya berpangku tangan pada TNI ataukah kita akan ikut berperang demi  membela negara kita tercinta ini?. Tentu sebagai warga negara yang baik kita akan ikut berperang, karena indonesia ini adalah negara milik kita bersama bukan milik TNI seorang. Akan tetapi pembelaan pada jaman sekarang ini tidak bisa disamakan dengan bela negara pada jaman penjajahan. Bila pada jaman penjajahan kita berjuang bela negara dengan berperang untuk mengusir penjajah demi meraih kemerdekaan. Namun bila pada jaman sekarang kita harus membela dengan cara antara lain menggunakan produk-produk dalam negri serta melestarikan budaya-budaya yang diwariskan oleh leluhur kita. Seperti menggunakan produk Indonesia dan mencintai apapun bagian dari Indonesia. Sudah selayaknya kita berkaca pada diri kita sendiri apa yang menyebabkan kita sebagai bangsa Indonesia menjadi seperti ini. Untuk contoh kita lihat negara China, disana para warganya lebih suka  menggunakan produk dalam negeri daripada produk impor sehingga terpupuklah rasa cinta tanah air yang tinggi. Karena itu mari kita bertolak ukur pada negara China dengan meniru apa yang menjadi kebiasaan warga disana dalam kehidupan sehari-hari sehingga terpupuklah rasa cinta tanah air yang besar. Namun tidak hanya produk-produk buatan dalam negeri saja yang perlu kita tingkatkan rasa bangga kita terhadapnya namun juga kesenian adat yang ada di indonesia. Sehingga bila dihubungkan dengan  masalah yang telah diutarakan diatas bila kita bisa lebih mencintai peninggalan-peninggalan leluhur kita dan melestarikannya mungkin kita tidak akan mengalami hal seperti saat ini. Dan bila kita lebih kritis dengan mengutarakan pada dunia tentang lagu tersebut maka seharusnya dunia akan mengakui lagu rasa sayange tersebut sebagai aset milik negara kita. Namun fakta berkata lain, dan semuanya telah terjadi. Kini yang bisa kita lakukan adalah menanggulangi apabila terjadi hal-hal yang sama dengan aset-aset negara lain.
Dan caranya adalah dengan menggunakan produk-produk buatan dalam negeri, lebih mencintai karya-karya anak bangsa dari pada buatan luar negeri. Jangan malu menggunakan produk dalam negri, produk kita tidak kalah dengan produk luar. Sebagai contoh adalah batik, dengan menggunakan batik buatan Indonesia kita bisa menunjukkan pada orang -orang asing yang ada di Indonesia bahwa inilah yang namanya batik indonesia. Sehingga apabila ada orang asing yang melihat kita yang mengenakan batik Indonesia akan berpendapat “itulah batik Indonesia” dan mereka akan menghargai dan mengakuinya sebagai hasil karya indonesia dan milik Indonesia, selain itu bati tidak kalah bagus dengan baju-baju bermerek luar negri. Hal tersebut bisa juga diterapkan pada lagu-lagu daerah. Dengan memasukkannya dalam salah satu kurikulum dalam sekolah dasar, maka anak-anak akan bisa dan sering menyanyikannya. Sehingga tercerminlah bahwa lagu-lagu tersebut adalah milik Indonesia. Maka kejadian - kejadian seperti claim lagu rasa sayange dapat dihindari.
Ingatlah bahwa kita ini adalah bangsa Indonesia yang memilki rasa cinta tanah air yang tinggi, mengapa harus takut bersaing dengan negara lain atas hasil karya kita. Karena musuh besar dari negara Indonesia adalah rasa takut untuk bersaing dengan bangsa lain, dan itu harus dihilangkan dari diri setiap warga Indonesia. Apabila warga negara kita bisa meniru apa yang telah dibiasakan oleh pada warga negara  China mungkin Indonesia bisa menjadi negara maju yang mampu bersaing dengan negara-negara maju lainnya. Selain itu kita juga harus melestarikan apa yang telah diwariskan kepada kita, jangan hanya diam bila kita diserang. Diserang dalam hal ini adalah klaim budaya. Jangan ada lagi klaim, karena itu cintai budaya Indonesia, karena dengan melestarikan budaya Indonesia maka kita sudah menunjukkan semangat bela negara kita. Karena bela negara tidaklah hanya membela dengan berperang.

REFERENSI :
Yasni.(2010).citizenship.halaman 64.Sinar Jaya. Bogor.
Organisasi.org (2008). (online). Diperoleh dari http://organisasi.org/arti-definisi-pengertian-negara-dan-fungsi-negara-pendidikan-kewarganegaraan-pkn. [diakses pada 20 september 2011]

 

Generasi Penghancur Bangsa

Topik : Identitas Nasional

Koruptor, tentu kata ini sudah sangat familiar. Kata yang hampir setiap hari diucapkan oleh para pembawa berita di  TV. Tidakkah semua orang sudah bosan mendengar topik ini setiap hari? Tapi mengapa selalu saja jumlah koruptor di indonesia bertambah. Bukankah mereka mengaku sebagai warga negara indonesia. Tapi walau status mereka adalah warga negara indonesia namun perilaku mereka tidak mencerminkan identitas nasional kita sebagai bangsa indonesia. Lalu bisakah korupsi dihentikan?, bagaimana cara menghentikannya?, Sebelum menjawab pertanyaan tersebut mari kita dasari dengan penjelasan dibawah ini.
Sudah seharusnya setiap negara memiliki identitas nasional. Namun apakah sebenarnya Identitas nasional tersebut? Menurut Koenta Wibisono (Rahman 2007:41 ) pengertian Identitas Nasional pada hakikatnya adalah “manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa (nasion) dengan ciri-ciri khas, dan dengan yang khas tadi suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam kehidupannya”. Namun bila ditelusuri, kata identitas berarti ciri-ciri atau tanda-tanda yang membedakan seseorang dengan orang lain. Sedangkan nasional berarti sekelompok orang yang memiliki kesamaan tujuan yang sama dan tinggal di suatu tempat yang sama. Jadi dapat disimpulkan identitas nasional adalah suatu ciri sekelompok orang yang disebut bangsa yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain.
 Identitas nasional seseorang dalam suatu negara dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku atau kebiasaan-kebiasaan. Seperti contoh di Jepang, disana masyarakatnya selalu hormat dengan menundukkan badan kearah lawan bicara. Selain itu orang-orang Jepang hanya mau berbicara menggunakan bahasa Jepang walaupun mereka bisa berbicara dengan menggunakan bahasa inggris. Namun yang menjadi pertanyaan adalah bila seseorang yang memiliki kewarganegaraan lebih dari  satu (biapatride) atau yang tidak memiliki kewarganegaraan (apatride) bisa memiliki identitas nasional.  Pada dasarnya terdapat beberapa sitem untuk menentukan status kewarganegaraan seseorang diantaranya berdasarkan kelahiran yaitu “ius sanguinis” dan “ius soli”.
Ius sanguinis ialah pemberian status  kewarganegaraan seseorang berdasarkan tempat kelahirannya sebagai contoh bila seseorang lahir di negara China maka bayi tersebut akan berkewarganegaraan China. sedangkan ius soli adalah pemberian status kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunannya sebagai contoh bila seseorang lahir di negara Australia maka orang tersebut akan memiliki kewarganegaraan Australia. Tapi bila seseorang lahir pada suatu negara yang menganut asas ius sanguinis sedangkan negara asalnya menganut asas ius soli maka orang tersebut akan memiliki dua kewarganegaraan dan begitu juga dengan apatride. Dan yang menjadi masalah adalah bagaimana dengan identitas nasionalnya?.  Pada lingkup ini bila seorang orang lahir di suatu tempat dan hidup di tempat itu pula dalam waktu yang cukup lama maka secara tidak langsung orang tersebut akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan yang ada disekitarnya. Maka secara tidak langsung pula maka orang tersebut mempelajari tentang kebiasaan suatu negara. Dan seperti yang sudah dijelaskan sedikit diatas bahwa identitas nasional adalah kebiasaan suatu bangsa yang khas yang membedakannya dengan bangsa lain. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa orang tersebut memiliki identitas nasional negara tempat dia lahir.
Tapi hal ini tidak berlaku bila orang tersebut hanya “numpang” lahir pada suatu negara dan tumbuh berkembang di negara asalnya. Maka orang tersebut akan memiliki identitas nasional negara tempat orang itu berasal. Dalam hal ini orang akan memiliki identitas nasionalnya pada tempat orang tersebut belajar kebiasaan-kebiasaan negara yang orang tersebut tinggali dalam waktu lama. Namun kini timbul pertanyaan lagi, bagaimana bila sesorang yang sejak kecil tinggal di suatu tempat namun pada umur tertentu pindah dan menetap pada negara lain. Seperti contoh apa yang pernah terjadi di indonesia, tentu semua kenal dengan Cinta Laura. Cinta bukanlah orang dengan kewarganegaraan indonesia namun merupakan warga negara Jerman. Namun keberadaannya di Indonesia sudah cukup lama dan serasa bagaikan rumah sendiri dan seperti artis dengan warga negara indonesia yang lain yang dengan bebas lalu lalang di layar kaca.Disini yang menjadi masalah bukan tentang kewarganegaraan Cinta tersebut, namun yang menjadi masalah disini adalah tentang identitas nasional Cinta. Apakah dia digolongkan orang dengan identitas nasional Indonesia ataukah identitas nasional Jerman.
Dalam konteks ini apa yang telah dikemukakan diatas tentang identitas nasional merupakan kebiasaan saja tidak bisa menjadi referensi untuk menyelesaikan masalah ini. Dalam lingkup ini yang dimaksudkan dengan identitas nasional tidak hanya kebiasaan-kebiasaan yang dimiliki rianti baik sebagai warga negara indonesia atau warga negara inggris melainkan bagaimanakah semangat nasionalismenya. Nasionalisme menurut sulistiyowati irianto (2006:396) adalah “kesetiaan tertinggi seseorang yang diberikan pada suatu bangsa”. Dari pengertian tersebut dapat diasumsikan bahwa semangat nasionalisme adalah suatu dorongan untuk memberikan kesetiaan seseorang demi kebaikan negaranya.  Maka bila dihubungkan dengan masalah Cinta  jawabannya adalah bagaimanakah semangat nasionalismenya. Apakah dia memiliki semangat nasionalisme yang tinggi untuk indonesia ataukah semangat nasionalismenya adalah sepenuhnya untuk Jerman. Serta apakah yang telah dikontribusikan Cinta untuk Indonesia itu sudah menunjukkan semangat nasionalismenya. Namun semua itu kembali lagi pada dirinya sendiri. Ada banyak contoh orang-orang yang memiliki semangat nasionalisme sebagai identitas nasional indonesia yang kuat antara lain adalah pemain-pemain sepak bola yang telah dinaturalisasikan. Sebagai contoh adalah greg nwokolo, pada awalnya dia adalah seorang dengan kewarganegaraan nigeria dan kini dia berganti kewarganegaraan menjadi indonesia hanya untuk membela indonesia guna mengharumkan nama Indonesia. Hal ini menunjukkan betapa seorang dengan warga negara asing dapat memiliki rasa nasionalisme melalui  olahraga.
Kembali ke masalah awal korupsi, sebenarnya pemerintah indonesia sudah bisa menghentikan korupsi yang ada dinegara ini bila “MAU” karena apabila salah satu pelaku tertangkap sebenarnya pelaku yang lainpun sudah bisa terlacak. Dan yang sudah menjadi rahasia umum adalah sebenarnya pelakunya adalah hampir semua staff anggota negara. Bila mau para penegak keadilan dapat mencopot semua jabatan koruptor-koruptor tersebut. Dan bila perlu diaplikasikan saja aturan “korupsi=liang kubur”, yang berarti hukuman mati bagi koruptor. Hal itu merupakan salah satu cara untuk menekan korupsi. Dengan begitu maka bila seseorang hendak korupsi maka ia akan berfikir-fikir dahulu. Mereka seharusnya malu para warga negara asing seperti greg nwokolo yang sibuk mencari status sebagai warga negara indonesia yang beridentitas nasional indonesia serta siap mengharumkan nama bangsa melalui olahraga. Sedangkan mereka, membusukkan nama bangsa di mata dunia. Pada dasarnya yang kurang dari indonesia adalah semangat nasionalismenya, seperti contoh para koruptor itu lebih mementingkan harta baginya daripada negaranya. Bila krisis nasionalisme ini bisa diatasi dengan penanaman semangat nasionalisme sejak dari sekolah yang berujung pada terbentuknya generasi yang beridentitas nasional yang baik sebagai bangsa indonesia,bukan generasi penghancur bangsa yang disebut generasi koruptor. Maka indonesia bisa menjadi negara maju yang sejahtera.

REFERENSI          :
 Rahman (2007). Etika Berwarga Negara 2nd . Halaman 41. Salemba Empat. Jakarta
Sulistiyowati Irianto (2006). Perempuan dan hukum: menuju hukum yang berspektif kesetaraan dan keadilan 1st . halaman 396. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta

Wordpress.com (2008) KEWARGANEGARAAN (online) [diakses pada http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/17/kewarganegaraan/ [20 september 2011]